read this one.

Selamat Tahun Baru
Karya : Hany Ghina Laudza

“Andin, bangun. Sudah siang”

Ergh.. Ku lihat jam diatas lemari baju ku. Jam sudah menunjukan pukul 06:30. Ini artinya…AKU KESIANGAN! Dengan segera aku berlari ke kamar mandi umum yang berada didekat rumah ku. Ah, antriannya cukup panjang. Dipikiranku sudah terbayang wajah garang pak Iyus yang sudah siap melahapku. Haaaah.

“Andin!”, tiba-tiba lamunan ku terpecah oleh suara serak dari kak Ergi.

“Kamu kenapa tadi langsung lari pas Kakak tanya mau sarapan apa?”

“Aku kesiangan kak. Makanya aku buru-buru”, balas ku.

“Oh, yasudah cepat mandi sana.”

Betapa beruntungnya aku. Punya kakak seperti Kak Ergi. Dia baik, perhartian, dan sayang sama aku. Sejak ayah, ibu, dan nenek ku meninggal dalam kecelakaan kereta, kak Ergi lah yang mengasuh ku. Seharusnya, sekarang kak Ergi duduk bangku sekolah, kelas 2 SMA. Tapi karena kekurangan biaya, akhirnya kak Ergi memutuskan untuk berhenti sekolah, dan mencari pekerjaan untuk menyekolahkan ku.

Sehari-harinya, kak Ergi dan aku mencari uang dengan mengamen, dan berjualan didekat sekolahku. Aku kadang malu, karena banyak teman yang mengejek ku. Tapi, segera aku singkirkan rasa malu itu. Kalau aku tidak jualan, mau makan apa? Bayar uang sekolah pake apa? Tidak apa aku bersusah-susah hari ini, aku percaya ada balasannya nanti.

***

23 Desember 2002

Hari ini pengambilan rapor semester 1 digelar. Seperti tahun-tahun sebelumnya, raporku diatas rata-rata. Alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah. Karena-Nya lah, aku bisa melewati semester 1 ini dengan nilai yang baik. Dijalan pulang, kak Ergi tiba-tiba bertanya.

“Kamu mau apa?”

“Hah? Untuk apa kak?”, sahut ku.

“Hadiah untuk keberhasilanmu ini.”, balas kak Ergi.

“Oh.. ah, gak usah kak, ga perlu. Lebih baik uangnya ditabung untuk beli barang lain yang lebih bermanfaat.”

“hmm.. kita ke Ancol aja yuk? Kan deket tuh dari rumah kita. Jadi gak usah ongkos banyak.”

Aku pun setuju dengan usul kak Ergi. Kami akan pergi ke Ancol pada saat tahun baru. Sekalian melihat pesta kembang api. Ah, gak sabar rasanya. Sudah lama kami nggak rekreasi bersama.

***

28 Desember 2002

3 hari menuju tahun baru! Aah, aku senang. Sekarang aku lagi liburan nih. Enak banget, aku bisa kerja seharian membantu kak Ergi. Kak Ergi sedang giat-giatnya mencari uang. Katanya sih, uangnya nanti akan dipergunakan untuk jajan di Ancol, sekaligus membeli seragam baru untuk ku.

Setelah lelah mengamen, dan dagangan di warungku sudah hampir habis, aku dan kak Ergi tak lupa pergi ke makam ayah dan ibu. Sesampainya disana, aku dan kak Ergi menaburkan bunga yang telah kami beli di tukang bunga langganan kami. Setelah itu kami berdoa. Sampai tak kusadari, aku menitihkan air mata.

Entah, aku merasa sangat rindu dengan kedua orang tua ku. Aku mengingat waktu dimana kami (ayah, ibu, kak Ergi, dan aku) bermain ditaman, sebelah tempat pemakaman umum ini. Aku ingat waktu ayah  memberiku semangat untuk belajar. Aku ingat ketika hujan, dan aku, ibu, kak Ergi sedang kelaparan, tiba-tiba ada suara orang jatuh di depan rumah. Ternyata itu ayah dan motornya yang jatuh, karena jalanan licin. Lalu, ia dengan senyum manisnya menunjukan satu pan pizza sedang, yang ia beli sepulangnya dari kantor. Aku ingat ketika ibu merawatku dengan sangat sabar ketika aku sakit thipus. Aku ingat ketika ibu memberiku sepasang sepatu yang aku inginkan saat itu. Aku ingat semuanya. Semuanya terlalu sulit dilupakan, dan gak akan mungkin bisa dilupakan.

Kak Ergi yang melihat aku menangis, ikut menangis. Aku lihat kak Ergi berusaha untuk menahan air matanya agar tidak jatuh. Lalu, aku peluk kak Ergi. Lalu aku bisikan sesuatu ditelinganya..

“Menangislah.. bila harus menangis..”

Air mata kak Ergi tumpah seketika. Ia menangis tersedu-sedu dipundak ku. Aku hanya bisa diam. Ikut merasakan apa yang ia rasakan.

Tak terasa sudah lama juga kami disini. Kak Ergi masih menangis, tetapi sudah agak reda. Karena sudah terlalu lama disini, aku pun mengajak kak Ergi pulang.

“Kak, pulang yuk.. Gak enak disini, nangis diliatin orang. Nanti dirumah baru lanjutin lagi nangisnya.. pundak ku masih bersedia menampung air mata kakak, kok..”, kata ku sambil melempar senyuman.

Kak Ergi perlahan bangun. Lucu rasanya melihat kak Ergi habis menangis. Bagaimana tidak, melihat laki-laki berumur 17 tahun, berbadan tegap, dan mempunyai tinggi 180 cm, mengusap-usap mata dan hidungnya yang banyak air mata. Hahaha, lucu.

***

31 Desember 2002

Nanti malam, tahun baru! Yeah!
Jam 12 siang, kak Ergi pergi mengamen.

“Dek, aku ngamen dulu yaa, assalamualaikum”, katanya sambil melambaikan tangan nya ke aku.

“iya kak, waalaikumsalam.”

Dirumah, aku hanya tidur-tiduran dan tidak sabar untuk melihat pesta kembang api nanti malam. Lama-lama aku bosan juga. Lalu aku berinisiatif untuk pergi ke lampu merah terdekat. Siapa tahu ada kak Ergi sedang mengamen disana.

Benar saja, dari kejauhan aku sudah melihat wajah kak Ergi.
Kak Ergi menghampiriku. Menanyakan kenapa aku bisa ada disini. Lalu aku jawab aku ingin membantu nya, supaya uang jajan kita nanti jadi banyak! Kak Ergi hanya tertawa dan membiarkan ku ikut melantunkan lagu bersamanya..
....
ternyata begitu berat 
jalankan semua printahMu 
bekerja dan terus bekerja 
tak kenal lelah dan tak kenal waktu 


gema adzan subuh, kami masih terlelap 
gema adzan dhuhur, kami sibuk bekerja 
gema adzan ashar, kami geluti dunia 


gema adzan magrib, kami diperjalanan 
gema adzan isya', lelah tubuhku tuhan 
tak pernah lagi, kubaca firmanMu 
pantaskah surga untukku ?
....

“Dek Andin, udah yuk ngamen nya. Udah maghrib, kita sholat dulu”, seru kak Ergi.

Aku dan kak Ergi sholat di mushala dekat terminal. Meskipun tidak terlalu besar, tetapi mushala itu selalu penuh oleh orang-orang. Entah, mereka berzikir, sholat, mengaji, ataupun sekedar beristirahat. Aku sering ke sini. Biasanya setiap hari Jum’at ada ustadz yang ceramah disini. Tapi sekarang tidak ada, mungkin sedang pulang kampung.

Sesudah sholat, kami memutuskan untuk mengamen lagi. Jakarta macet. Sebenarnya sudah hal biasa. Tapi kali ini lebih macet lagi, karena jalan-jalan banyak yang ditutup.

Aku dan kak Ergi bersyukur, bisa dapat banyak uang hari ini. Uang ini akan kami pergunakan dengan sebaik-baiknya. Di jalan pulang, ada seseorang yang tengah berlari ke arah kami. Lalu ia memberikan kami bungkusan coklat. Ia bilang, didalamnya ada makanan untuk kami. Dengan senang hati kami terima. Beruntungnya kami hari ini.. batinku berkata.

Sedang bercanda-canda dengan kak Ergi, tiba-tiba ada suara sirine polisi sedang mendekati kami. Disusul suara orang-orang yang membawa bambu, kayu, maupun batu.

“Ada apa ini?”, pikirku.

“Wah kayaknya ada yang maling dek. Mungkin yang diambil barang berharga semua, jadi panggil polisi.”, seru kak Ergi.

“ooh, iya mungkin kak.”

Tiba-tiba ada seorang dari kerumuna masa tersebut berteriak, “ITU MALINGNYA!”

Aku dan kak Ergi otomatis langsung menengok kebelakang sambil bertanya-tanya, dimana malingnya?
Bersamaan dengan rombongan tersebut yang makin mendekat, aku dan kak Ergi ikutan lari. Siapa tahu, bisa mengejar malingnya.

“HOI! Jangan lari!”, seru dari salah seorang kerumunan masa.
Tiba-tiba, DUAR!!! Suara khas dari tembakan pistol terdengar. Kak Ergi, yang tadinya berlari, langsung jatuh terkapar. Bungkusan yang diberi orang asing tadi ikut jatuh. Ternyata, didalamnya tidak ada kotak nasi, ataupun mie. Yang kulihat hanyalah kertas-kertas. Apa ini? Apa maksud dari semua ini?!

Aku menghampiri tubuh kak Ergi yang terkapar. Ku lihat di betis kirinya, bersimbah darah. Didalamnya bersarang peluru yang tadi ditembakkan. Aku hanya bisa menangis dan berteriak “KAK ERGI!! Tolong! Tolong!”

Satu persatu orang dari kerumunan masa itu berdatangan. Lalu, BUK BAK BUK!! Kak Ergi dipukuli.

“HEI!!!! Jangan pukul kakak ku!!”, teriakku histeris.

Aku mencoba menutupi tubuh kak Ergi dengan tubuhku. Biar saja aku yang kena pukul, asal kak Ergi tak kesakitan. Tubuhku ditarik-tarik. Tapi aku tetap tidak mau melepaskan kak Ergi. Karena aku tau, mereka bakal makin brutal, jika aku melepaskan kak Ergi.

Polisi lalu berdatangan. Aku dan kak Ergi dibawa ke kator polisi untuk memberikan keterangan. Ternyata, kertas-kertas didalam bungkusan coklat tadi, adalah dokumen penting dari sebuah perusahaan. Setelah terbukti tidak bersalah, aku dan kak Ergi dipersilahkan pulang.

Kak Ergi mengajak ku untuk langsung ke Ancol, tapi aku menolak. Aku lebih memilih dirumah saja merawat kak Ergi, daripada melihat pesta kembang api itu. Kak Ergi lebih penting.

Dijalan pulang, aku dan kak Ergi melewati jalan sepi. Aku lihat, ditengah jalan ada sekotak kembang api, tergeletak begitu saja.

“Ih, ada kembang api!”,seru ku.

“mau kakak ambilin?”

“ehehehe, boleh deh kak” kataku cengengesan.

Sembari kak Ergi mengambilkan kembang api, aku melihat ada benda mengkilap terinjak oleh ku. Aku penasaran. Akhirnya aku ambil benda itu, lalu ku perhatikan sedetail-detailnya.

TIIIN, TIIIN!!! Suara klakson yang nyaring terdengar. Ketika aku menengok ke arah kanan, dimana kak Ergi seharusnya berada, tiba-tiba…

BRAK!

Tubuh kak Ergi yang sedang membungkuk untuk mengambil kembang api itu, tersambar oleh mobil pick up berkecepatan tinggi yang sedang melintas.

“KAK ERGI!!!!!”, teriakku.

Mobil pick up tadi langsung kabur. Aku berlari menghampiri tubuh kak Ergi yang sudah terkulai lemas,dan bersimbah darah. Aku makin histeris menangis, sambil berteriak, “TOLONG! TOLONG!”

Tapi, yang kudapat hanyalah suara jangkrik yang sedang bernyanyi. Lalu aku membawa tubuh kak Ergi ke bawah pohon rambutan.

“Dek, uhuk.. uhuk..”

“Kak Ergi?! Kakak tunggu sebentar ya disini, aku cari pertolongan dulu!”, seru ku kegirangan, mendapati kak Ergi masih hidup.

“Dek tidak usah..”, langkah ku pun terhenti.

“kamu temani kakak saja disini. Kakak sudah waktunya…”

“waktunya? Maksud kakak apa?”

“yah, begitulah.. menyusul ayah, ibu, dan nenek.. kamu baik-baik ya disini. Walaupun kakak sudah tidak ada nanti, kamu tidak boleh putus sekolah. Kamu harus rajin belajar, biar jadi orang sukses.. Sholat jangan lupa ya dek..”

Ku dengar nafas kak Ergi mulai berat. Lalu, perlahan matanya mulai tertutup. Wajahnya mulai pucat. Tubuhnya mendingin..

Aku menangis. Sekarang tinggalah aku sendiri. Harus berjuang menghadapi hidup yang keras ini. Satu keyakinan ku, aku tetap mempunyai Allah disisiku.

Tiba-tiba dilangit diatas pohon teduh ini, terpancar sinar-sinar indah dari jutaan kilogram petasan, dan kembang api yang dibakar demi memuaskan hati. Terdengar suara-suara terompet, dan orang-orang yang berseru..

Selamat Tahun Baru..

Comments

Popular Posts